Sari Mulyani

Duluu, saya tidak suka pelajaran mengarang. Tetapi sejak bergabun di Gurusiana, saya ditantang menulis dan menulis. Enak juga juga jadi penulis.... Hmmmm, Trims...

Selengkapnya
Navigasi Web
MANUSIA LANGIT, Tantangan menulis 365Hari ke-143
Majalah Gontor

MANUSIA LANGIT, Tantangan menulis 365Hari ke-143

Syahdan, pada zaman Rasulullah, hiduplah seorang tabi’in yang tidak pernah bertemu dengan Rasulullah namun begitu cinta terhadap Rasulullah. Ia adalah Uwais Al-Qarni. Sepeninggal ayahnya, Uwais tinggal bersama seorang ibu yang sudah tua dan buta, di daerah Yaman. Rasa rindu dan cintanya pada Rasulullah itu membawa keinginan yang begitu kuat untuk bertemu mengunjungi Rasulullah di Madinah.

Suatu hari Uwais meminta izin pada ibunya untuk mengunjungi Rasulullah. Dengan berat hati sang ibu mengizinkan dengan syarat, usai bertemu dengan Rasulullah segera kembali.

Berangkatlah Uwais ke madinah dengan perasaan cinta dan rindu. Namun, sesampainya di Madinah, Uwais hanya bertemu dengan Ummul Mukminin, ibunda Aisyah radiyallahu ‘anha. Karena Rasulullah sedang berada di medan perang. Uwais sebetulnya berkeinginan untuk menunggu, namun pesan ibunya lebih kuat untuk mengajaknya kembali ke Yaman.

Setelah peperangan selesai, Rasulullah menanyakan seseorang yang berniat akan menemuinya. Rasulullah diberitahu malaikat Jibril, bahwa Uwais adalah Manusia Langit, dan seorang anak yang sangat berbakti kepada ibunya.

Maka Rasulullah berpesan kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan Uwais itu mintalah do’a dan istighfar. Karena ia adalah penghuni langit, bukan manusia bumi. Ada tanda putih di telapak tangannya.”

Tanda putih itu adalah tanda yang Allah SWT tinggalkan, setelah ia disembuhkan dari penyakit kusta yang dideritanya, agar mudah dikenali Umar dan Ali. Uwais berprofesi sebagai penggembala domba dan unta.

Suatu hari sang ibunda mengutarakan keinginannya untuk berhaji ke Tanah Suci, Mekkah. Keinginan itu sebetulnya terasa sangat berat bagi Uwais, karena butuh bekal yang banyak. Namun Uwais tak mau mengecewakan ibundanya.

Maka, untuk keperluan itu ia membeli seekor keledai kecil, yang ia taruh di atas bukit. Setiap hari ia menggendong keledai itu turun naik bukit, hingga beratnya 100 kg. Uwais sendiri tumbuh menjadi seorang pemuda yang tegap dan berotot. Perbuatan Uwais ini ternyata adalah merupakan persiapannya untuk menggendong sang ibu selam pergi berhaji ke Mekkah.

Ketka musin haji tiba, Uwais benar-benar menggedong ibunya, dari Yaman ke Baitullah. Semua rukun haji, dilakukannya dengan menggendong ibunya. Tawaf, Sa’i, wukuf, dan lain-lain dilakukan Uwais dengan menggendong ibunya.

Sepanjang Tawaf, Ibunya mendengar Uwais berdo’a, “Yaa Allah, ampunilah dosa ibuku. Yaa Allah, ampunilah dosa ibuku.”

“Bagaimana dengan dosamu?” tanya ibunya.

Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk syurga. Cukuplah dengan ridha ibu yang akan membawaku ke syurga kelak.”

Karena ketaatannya pada ibunya, sewaktu Uwais meninggal, suasana digemparkan dengan begitu banyaknya orang yang menandikan, menyolatkan, dan menguburkan. Padahal sangat sedikit sekali orang yang mengenal Uwais Al-Qarni saat itu.

Wallahu a’lam.

#H-143_Depok, 8 Juni 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post